Pages

About Me

Foto Saya
Ahmad Fauzi
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Bisa dilihat di http://muso9.com/akudw
Lihat profil lengkapku

Kajian Surat Al-Jin (3)

Apakah Sebernarnya Jin Itu ?
Oleh : Abi Mursalat

"Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." (QS 15:39-40)

Syahdan sekumpulan kelompok yang konsis terhadap ajaran Isa Almasih, tatkala mereka bertemu dengan Muhammad Rasulullah di Mekkah, mereka mendengarkan dakwah beliau. Apa yang mereka dengar dari Nabi baru itu sungguh sesuatu yang ajaib. Bisa dibilang ajaib, karena apa yang dibacakan oleh Muhammad Rasulullah seakan-akan ada di qolbu mereka. Raja Habsyi yang bernama Negus termasuk golongan jin yang dimaksud oleh Al-Qur’an dalam surat Al-Jin ini.

Dengan demikian, mengertilah kita maksud dari pada ayat 14. Bahwa golongan manusia jin itu ada yang beriman dengan dakwah Rasul, dan ada yang menolak (kafir). Pemahaman hakekat jin yang seperti ini sejalan dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai Huda Linnas (petunjuk) untuk kehidupan manusia di dunia ini. Tentu saja yang dimaksud dengan iman, adalah iman kepada Dien Al Islam yang penuh dengan tata cara hidup, hukum, moral, ekonomi, politik, perang dan sebagainya.


Ayat 16 menyatakan, bahwa selama muslim berada pada sirothol mustaqim (jalan yang lurus), yaitu hukum-hukum Allah, (QS 1:6) “Tujukilah kami jalan yang lurus.”

Mereka akan mendapatkan minuman segar. Tentu saja yang dimaksud dengan “segar” disini bukan bentuk fisik air pada umumnya. Air merupakan amtsal (perumpamaan) dari ilmu atau wahyu Allah. Dengan air dari langit itulah terjadi kehidupan di muka bumi ini.

Selama 23 tahun, dunia, khususnya Timur Tengah disiram dengan air dari langit. Bangsa Arab yang semula "mati", secana menakjubkan menjadi manusia unggul, yang memimpin dunia (kholifah). Selama hampir 700 tahun mukmin menguasai dunia. Kejayaan umat Islam akan terus dinikmati sampai mereka tidak konsis lagi dengan hukum Allah.

Apabila umat menyimpang dari sirothol mustaqim itu,  kembali tertimpa azab Allah berupa kehinaan di manapun berada.

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas." (QS 2: 61).

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas." (QS 3: 112)

Tarjamah QS 72 (Surat Al-Jin)
16. Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki banyak).
17. Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat.
18. Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)  Allah.
19. Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.
20. Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya."
21. Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan."
22. Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya."
23. Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginya lah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Ayat 18 s/d 23
Untuk mengetahui makna ayat 21-24, hendaklah diingat kembali bahwa tugas pembawa risalah (Rasul) atau pembawa berita (Nabi) adalah menyampaikan informasi dari Allah. Bahwa sudah tiba saatnya Allah yang menciptakan kehidupan alam semesta menghukum umat manusia secara massal.

Disebabkan umat manusia atau bangsa itu sudah keterlaluan sombongnya hidup di bumi milik Allah ini. Kesombongan (togho) atau kedurhakaan ini dilakukan umat manusia dalam bentuk kekafirannya kepada Al Kholiq. Umat manusia sudah hidup menurut seleranya saja, apa yang dirasakan enak dan memuaskan syahwatnya saja. Kaidah-kaidah moral serta hukum Pencipta dan Pemilik bumi ini sudah tidak lagi mendapat tempat dalam tatanan kehidupan pribadi maupun bangsa.

Jatuhnya hukuman sesuai dengan keadilan, hanya akan ditimpakan terhadap mereka yang bersalah. Adapun orang-orang yang menyesali perbuatan durhakanya, mereka masih diberi kesempatan untuk bertaubat, yaitu dengan meninggalkan masyarakat yang musyrik. Untuk itulah Allah mengutus atau membangkitkan Rasul yang menyeru dan mengajak bangsa yang musyrik itu kembali ke sabil atau jalan Allah.

Barang siapa yang meyakini ucapan-ucapan Nabi dan Rasul dan mengikuti kepemimpinan Rasul ini, niscaya orang itu akan selamat dari azab yang bersifat massal. Demikian tugas Nabi dan Rasul sepanjang sejarah kehidupan ummat manusia di bumi  Suatu kejadian atau bencana yang sifatnya Nubuwah atau informasi tentang masa yang akan datang memang tidak mungkin dihitung secara matematika melalui logika maupun dialektika. Maka untuk mempercayainya digunakan instrumen lain, yaitu akal pikiran sebagai sarana awal dan keyakinan yang didasari oleh bukti-bukti sejarah, maupun hukum-hukum kehidupan alam semesta.

Dalam meyakinkan orang untuk percaya kepada apa-apa yang dilihat, Rasul mengajak orang untuk melihat fakta alam dan sejarah umat manusia, yangseharusnya tidak dapat didustakan. Kini sejarah akan berulang dengan tanda-tanda yang cukup jelas, sehingga orang yang masih waras kesadarannya pasti mengimani ucapan Nabi dan Rasul.

Contohnya dalam kehidupan sehari-hari misalnya, jika ada seorang ahli geologi, melihat tanda-tanda akan terjadi gempa bumi atau gunung meletus, ia menyarankan agar para penduduk segera untuk mengungsi atau mengosongkan daerah bahaya. Dengan segera orang-orang yang ada di daerah itu percaya ucapan para ahli itu, padahal belum tentu gunungnya betul-betul meletus, atau terjadi gempa bumi.

Demikian pula halnya para Nabi, Rasul atau penerus Risalah Rasul. Mereka adalah orang-orang yang diberi ilmu oleh Allah seperti halnya seorang geologi. Para Mursalat atau pembawa Risalah itu diberi wahyu, yang dengan wahyu itu dia dapat melihat tanda-tanda datangnya azab atau bencana yang akan menimpa umat manusia atau suatu bangsa, yang perilakunya sudah memenuhi ukuran atau standart untuk mendapat bencana massal seperti sejarah telah membuktikannya.

"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku dzalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku dzalim kepada diri sendiri." (QS 30:9)

"Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (adzab) yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya." (QS 30:10)

Nabi atau Rasul sendiri tidak memiliki kekuasaan apapun untuk mengatasi kondisi darurat (chaos) itu, atau tidak kuasa untuk menyelamatkan manusia dari bencana itu. (ayat 21).

Dalam kondisi demikian, setiap pribadi sangat menentukan nasibnya sendiri, tidak ada orang lain yang dapat mempengaruhi dirinya untuk berlindung kepada Allah dalam bentuk mengikuti instruksi atau perintah Nabi dan Rasul. Pada saat yang demikian sikap tiap-tiap orang terhadap Robbnya sangat menentukan. Jika dia tidak sanggup meninggalkan illah-illah lain yang menguasai kesadaran qolbunya, maka dirinya termasuk orang-orang yang ditimpa azab jahannam. (ayat 22)

Kebanyakan orang mengira bahwa bentuk azab itu berupa bencana alam. Sebenarnya yang dimaksud bencana itu bukan bencana alam seperti banjir, tsunami, gunung meletus, gempa bumi atau wabah penyakit. Jika melihat ayat 23, bentuk bencana itu adalah terjadinya kekacauan (chaos), atau hancurnya tatanan hidup.


(Bersambung)

0 komentar: